Monday 5 July 2010

UJian Kecil dari Sang Khalik

Assalamu alaikum,

Sore yang indah di tengah hiruk pikuk metropolitan London, Green Street Plaistow, Eastham, saya baru saja menyelesaikan KHURUJ 3 hari di mesjid terdekat. Mesjid itu tepatnya berada di jalan Selwyn no 72/74 kawasan Upton Park. Sebenarnya ikhwan yang lain dalam group khuruj masih menunggu sampai esok pagi. Namun karena saya telah membooking ticket kereta api ke Brighton jam 08.06 sore itu, maka amir membolehkan saya untuk berangkat lebih awal. Saya malah belum sempat melaksanakan sholat ashar yang jadwalnya jam 07.30. Juga masih ada satu program silaturrahmi yang tersisa pada sore itu tepatnya jam 06.00. Batinku, tak apalah saya tidak ikut program terakhir, toh saya sudah menjalaninya selama tiga hari. Lagipula sudah musyawarah dengan amir rombongan. Sebelum jam 06.00 saya bergegas mengambil ransel dan sleeping bag dan lekas pamitan kepada semua ikhwan kecuali seorang ikhwan asal Somalia.

Dengan bismillahirrahmanirrahim, saya melangkahkan kaki keluar masjid didampingi amir jemaah bernama Bilal, mahasiswa program doktor bidang Computing and Science di Univ. of Sussex asal Pakistan. Seorang yang bersahaja namun sangat cerdas dan sangat taat kepada Allah. Sebelum melangkahkan kaki, saya mengucapkan salam kepadanya. Dibalasnya dengan manis salam saya. Namun ia berkata dengan penuh canda bahwa saya agak nakal karena nisab belum selesai sudah mau pulang. Sebuah persaudaraan yang penuh makna dan sarat kasih sayang karena Allah semata.

Saya menyusuri jalan menuju stasiun kereta api bawah tanah Upton Park. Sebelum ke stasiun, saya menyempatkan membeli minyak zaitun dan teh hijau buat saudaraku di Brighton, dan mampir ke cash machine di pojok pertokoan di Green Street. Sekedar info, jalan ini sangat ramai dibandingkan jalan-jalan lain di sekitarnya karena kiri kanan jalan dijejali dengan berbagai toko mulai dari toko makanan,daging halal, buah, tekstil, pakaian jadi, sampai alat elektronic. Dan khasnya lagi, pertokoan ini hampir semuanya dimiliki oleh orang-orang asia keturunan India, Pakistan, dan Bangladesh kecuali supermarket seperti Tesco dan Iceland. Juga sebagian besar pembelinya pun keturunan dari ketiga negara ini ditambah orang-orang Afrika dan sebagian kecil orang bule. Satu lagi yang menarik bahwa tepatnya disebelah kanan stasiun kereta api bawah tanah, ada sebuah open market layaknya kita di Indonesia, namun keadaanya jauh lebih bersih daripada kondisi pasar tradisional kita kebanyakan.

Setelah membeli keperluan, saya berjalan mengikuti petunjuk amir saya tentang letak Upton Park Underground Station. Namun firasat saya mengatakan bahwa saya salah arah, maka saya sempatkan bertanya. Ternyata memang benar bahwa saya menuju ke arah yang keliru. Setelah dapat informasi yang jelas dari seseorang, maka saya berjalan menuju ke stasiun. Dari jauh saya sudah melihat simbol stasiun underground. Sebelum masuk, saya sempat membaca bahwa pada hari itu service ditunda dan diberi alternatif untuk naik bus menuju Stratford, central underground pada zona ini. Namun, saya belum yakin sampai saya masuk ke bagian informasi untuk mendapatkan konfirmasi dari pengumuman tersebut.

Sejurus kemuadian, saya keluar dan menunggu bus sesuai dengan petunjuk petugas informasi . Kurang lebih sepuluh menit menunggu, saya naik bus bernomor yang kebetulan saya lupa. Keadaan bus penuh sesak sehingga banyak yang terpaksa harus berdiri demi mendapatkan kesempatan untuk berangkat. Agak mirip dengan metromini, namun keadaan busnya jauh lebih baik, mungkin kurang lebih dengan busway di Jakarta tetapi tak berAC. Berkali-kali berhenti menaikkan dan menurunkan penumpang membuat saya kurang sabar mengingat waktu. Tambahan lagi, saya belum familiar kearah mana bus ini menuju meskipun ada digital record setiap halte bus yang disinggahi dan tujuan akhir bus. Karena saya tidak punya gambaran, maka saya putuskan tuk bertanya dengan dengan supir. Akhirnya, saya mendapat jawaban yang jelas bahwa bila saya mau menunggu agak lama, maka bus tersebut juga menuju ke Stratford. Namun kalau mau lebih cepat, saya harus turun dan mengambil bis nomor 25 atau nomor 86.

Saya putuskan untuk turun, dan berjalan menyeberangi jalan utama menuju halte bus terdekat. Tak lama berselang, saya naik bus nomor 25. saking padatnya penumpang, saya hanya kebagian pas depan pintu keluar. Maka saya berdiri dengan sedikit berdesak-desakan. Setelah penghentian kedua, baru bergerak beberapa meter, seorang dibelakang saya (saya memakai jubah panjang full sunnah, Alhamdulillah) berkata bahwa dompet saya dicopet orang yang sempat dia lihat dan turun pada halte kedua tadi. Saya agak sedikit panic, namun segera saya dapat menguasai diri sambil terus mengingat Allah. Anehnya saya sama sekali tidak merasa takut atau gemetar, Alhamdulillahirrabbal aalamin. Dengan bantuan orang tadi yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai orang Somalia yang juga muslim, bus berhenti. Dan dengan sigapnya ia turun dan mengejar orang yang diduganya mengambil dompet saya ketika memasuki jalan kecil. Namun orang yang dikejar sesungguhnya tidak berlari melainkan hanya berjalan dengan cepat sebagaimana orang kebanyakan di negerinya ratu Elizabeth tersebut berjalan. Sekira tiga atau empat meter sebelum mencapai orang yang dimaksud, somali brother tadi terjatuh. Botol susu plastik yang ditentengnya sobek dan susunya semua tertumpah ke jalan dan lututnya pun berdarah. Saya merasa kasihan melihatnya, namun dia berkata tidak apa-apa. Orang yang dikejar malah berhenti dan bingung, tetapi kelihatan professional dan memiliki kemampuan beralibi. Namun somali brother tadi menunjuk bahwa dia yang mengambil dompet saya. Karena dia tidak bisa berkomunikasi bahasa Inggris dengan baik, maka orang yang dikejar dapat berkelit. Kemudian, mungkin karena takut dengan kerumunan belasan remaja tanggung yang saya dapat kenali dari wajah mereka adalah keturunan Somalia dan Pakistan, ia selanjutnya mempersilahkan menggeledah semua isi tasnya. Bahkan jaketnya pun rela dibukanya sampai-sampai seseorang menggeledah kaus kakinya. Terakhir, dia bersumpah dengan Wallahi yang berati dia seorang muslim, sehingga saya memutuskan tidak perlu lagi digeledah karena telah bersumpah dengan nama Allah. Walaupun somali brother bersikukuh bahwa orang tersebut yang mengmbilnya tidak ada bukti yang dapat dijadikan rujukan, saya pasrahkan kepada Allah. Biar Allah yang memutuskan apa yang sesungguhnya terjadi pada diri saya dan orang tersebut. Allah hanya hendak menguji hambaNya. Saya berdoa dalam hati semoga saya mendapatkan hikmah dari ujian Allah tersebut.

Ditempat kejadian ini yang kemudian saya ketahui bernama Manor Park, betapa banyak yang bersimpati kepada saya. Bahkan salah seorang diantara pemuda berkulit hitam dengan janggut tipis menawarkan bantuan berupa sejumlah uang. Tawaran tersebut saya tolak dengan halus, karena sesungguhnya saya meyakini pertolongan Allah lebih dekat dan lebih cepat bila Ia berkehendak. Saya memutuskan untuk kembali ke masjid Upton Park tempat saya i’tikaf tiga malam. Namun saya belum mendapatkan klue bagaiman saya harus pergi dan dengan angkutan apa. Alhamdulillah, di saku jubah saya masih ada satu pound yang tersisa dan entah berapa debet pada kartu Oyster (sebuah kartu yang berisi voucher perjalanan di kota London baik bus maupun kereta api atau underground). Tapi sekali lagi saya tersenyum dengan kejadian kecil ini yang saya yakini tidak ada bandingannya dengan Sakratul Maut yang datang menjemput seorang hamba.

Untuk mendapakan informasi menuju ke masjid upton park, saya dibantu oleh seorang remaja tanggung berketurunan somalia sekira berusia 13 atau 14 kurang lebih usia putraku yang pertama dengan tulisan bus yang saya harus naiki dan di mana saya harus turun. Kebetulan, Upton Park harus dijangkau dengan 2 kali ganti bus. Sekali lagi Alhamdulillah. Kemudian saya juga mencoba mengontak teman saya untuk mendapatkan informasi. Bahkan ia juga menawarkan bantuan jika sekiranya tidak ada pilihan lain. Betapa Allah Maha Pengasih sehingga menggerakkan hati-hati manusia untuk memberikan bantuan atas namaNya. Maha Suci lagi Maha Sempurna Engkau ya Allah, Rabbku dan semesta alam.

Bermodalkan pertolongan Allah melalui secarik kertas dari tangan seorang bocah yang tulus hati, saya sampai kembali ke Upton Park train station. Selanjutnya saya berjalan menuju ke masjid Upton Park yang kira-kira 350 meter dari stasiun. Setiba di masjid, bayan ba’da ashar sementara berlangsung. Saya bergegas mengmbil air wudhu dan menunaikan shalat ashar. Alhamdulillah, saya berkumpul kembali bersama teman-teman jemaah yang lain. Namun mereka sangat heran kenapa saya kembali. Selanjutnya saya ceritakan ihwal kejadian itu. Dan semuanya memberikan nasehat bahwa ini hanya ujian kecil dari Allah SWT. Malam itu juga saya kembali ke Brighton (kota tempat saya tinggal berjarak kurang lebih 50 atau 60 mil dari London) dengan menumpang mobil ikhwan yang sama-sama khuruj yang juga kebetulan sudah mau pulang.

Hikmah dari peristiwa ini bagi saya adalah bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa izin dan kehendak Allah, maka kembalikan kepada Allah SWT agar semua persoalan dapat terselesaikan. Dengan peristiwa ini, saya dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya berhat-hati dan selalu mawas diri dalam segala situasi, kondisi, dan keadaan. Secanggih apapun sebuah system yang dibuat oleh manusia (seperti camera CCTV yang ada di bus) tetap mengandung banyak kelemahan dan tak dapat diperbandingkan dengan sistem yang dibuat oleh Allah SWT. Ternyata di kota metropolitan seperti London pun masih ada manusia berhati mutiara yang selalu siap membela kebenaran dan berempati kepada yang tertindas. Sebuah keniscayaan yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada siapa yang ia kehendaki. Yang terakhir, bahwa sunnah Rasulullah SAW tentang anjuran bepergian dengan paling tidak berdua (jamaah) adalah sesuatu yang sangat penting untuk dipraktekkan terlebih dewasa ini.

Alhamdulillah, setiap peristiwa dalam hidup adalah peringatan dari Allah SWT.