Sunday 14 March 2010

Luqmanul hakim

Pelajaran Luqman Hakim
Dalam sebuah
riwayat diceritakan, suatu hari Luqman Hakim bersama anaknya masuk ke dalam
pasar. Saat itu,
Lukman Hakim menunggangi seekor keledai sementara anaknya
berjalan kaki mengikutinya dari belakang.

Orang-orang di
dalam pasar pun melihat Luqman Hakim. Seorang diantaranya tiba-tiba berkata,
“Lihatlah orang tua itu, dia tidak punya perasaan. Anaknya dibiarkan berjalan
kaki sementara ia asyik-asyik mengendarai keledai".

Meskipun suara
orang itu tidak keras, tapi sayup-sayup terdengar Luqman. Setelah mendengarkan
celotehan dari orang itu, Luqman pun turun dari keledainya dan mempersilahkan
anaknya naik menunggangi sang keledai.

Tapi belum cukup
jauh mereka berjalan dari tempat tadi, sekelompok orang yang lain
menggunjingkan anak Luqman. "Coba lihatlah anak itu, orang tuanya
dibiarkan berjalan kaki, sedangkan dia enak-enak duduk di atas punggung
keledai. Sungguh kurang beradab anak itu," kata seseorang diantara
kerumunan tersebut.

Mendengar
kata-kata itu, Luqman pun lantas naik ke punggung keledai di belakang anaknya.
Tapi orang-orang lainnya bergunjing lagi, "lihatlah dua orang itu, mereka
berdua menaiki seekor keledai kecil. Sungguh perbuatan yang sangat menyiksa
keledai."

Karena tidak
suka mendengar perkataan itu, maka terpaksa Luqman dan anaknya turun dari
keledai. Sambil berjalan mereka memikul keledai tersebut. Tapi tak lama
berselang orang-orang yang berpapasan dengan mereka berujar, “sungguh gila
kedua orang itu, keledai yang mestinya dijadikan alat tumpangan justru
dijadikan beban pikulan”.

Lagi-lagi Luqman
Hakim dan anaknya merasa tidak enak hati. Mereka pun akhirnya menurunkan
keledai yang merka pikul, kemudian berjalan sambil menarik keledainya. Belum
jauh mereka berjalan terdengar lagi suara orang berkata, "Lihatlah dua
orang itu sungguh aneh, mereka berjalan kaki, sedangkan keledai sebagai alat
tumpangan tidak mereka tumpangi."
Tapi kali ini, Luqman Hakim bersama anaknya terus saja berjalan.

Dalam kehidupan
sehari-hari, kita pun pasti sering mendapati hujatan seperti yang dialami
Luqman Hakim, meskipun dalam kasus yang berbeda. Apa yang kita perbuat, dengan
sungguh-sungguh bahkan dengan segenap keikhlasan, mungking benar bagi sebahagian
orang, tapi bagi sebahagian lainnya
mungkin justru menjadi sesuatu yang salah. Tak pelak lagi jika semua itu kita
masukkan kehati secara membatin akan merusak hati dan pikiran kita. Karenanya
Imam Ali berkata, “Menggapai keridhaan (kepuasaan)
semua manusia adalah sesuatu yang mustahil.” Mengapa ?

Sebab setiap
orang selalu punya ukuran-ukuran sendiri dalam menilai seseorang. Dan tentu
saja ukuran-ukuran penilaian itu dibentuk oleh cara pandang, keinginan, tingkat
pengetahuan bahkan utamanya “kepentingan tertentu” seseorang. Oleh karena itu,
dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman Hakim menasihati anaknya tentang sikap
manusia dan celoteh yang mereka dengar tadi di Pasar. Katanya,
"Sesungguhnya tidak terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka
orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan selaian hanya kepada
Allah swt., saja. Ketahuilah nilai yang berasal dari manusia itu fanah, olehnya
kejarlah nilai dari Allah yang hakiki."

Wallahul Musta’an.

Salam

Sofyan Bachmid


Derived from Bachmid, Sofyan (2008/8/12)

No comments:

Post a Comment