Sunday 14 March 2010

SMK Market-Oriented

Pendidikan Kejuruan Yang Berorientasi Pasar Kerja

Satu hal yang menarik dewasa ini untuk kita cermati di dunia pendidikan kita adalah peningkatan jumlah sekolah kejuruan yang fenomenal. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tumbuh laksana cendawan di musim hujan. SMK ada di mana-mana. Bahkan sudah menembus sampai ke tingkat desa. Suatu hal yang patut kita banggakan tentunya. Mengapa saya katakan patut kita banggakan? Sisi baik dari fenomena tersebut adalah meningkatnya kesadaran masyarakat (baca: masyarakat dan pemerhati pendidikan) terhadap pendidikan. Ini baik namun belum cukup. Kesadaran untuk membangun institusi SMK secara fisik penting mengingat jumlah anak usia sekolah (tingkat menengah) terus meningkat dari tahun ke tahun. Jadi secara kuantitas memang pembangunan fisik SMK baik pembangunan unit baru maupun penataan dan penambahan program-program baru terus digalakkan oleh pemerintah menjadi tuntutan. Ini sangat erat kaitannya dengan program bombastis pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional bahwa pada tahun 2015 rasio SMK dengan dengan SMA adalah 70:30 (Newhouse & Suryadarma, 2009; Koesoema, 2008).

Namun pertumbuhan secara fisik SMK di seluruh pelosok nusantara ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas yang memadai. Bagaimana mau meningkatkan kualitas sedangkan tenaga kependidikan kejuruan masih sangat terbatas. Ini pada umumnya terjadi di daerah – daerah, kalaupun ada tenaga pendidik kejuruan sesuai dengan program yang dibuka, pada umumnya belum memiliki pengalaman yang memadai. Juga secara umum tidak berkompetensi sebagaimana yang diharapkan. Misalnya, seorang tenaga pengajar dengan mengantongi ijazah D3 computing dan manajemen dengan sangat terpaksa digunakan untuk mengajar pada program Teknik Komputer dan Jaringan. Akibatnya, karena tidak memiliki pengetahuan serta pengalaman yang cukup untuk mengajar, maka guru tersebut hanya mampu mengajar seadanya. Terlebih jika guru tersebut masih berstatus honor dengan penghargaan yang sangat minim. Dan ini memang masih sangat sering terjadi. Jadi kualitas apa yang diharapkan dari kondisi tersebut. Maka apa yang disebut dengan SMK berbasis kapur dan ngomong (chalk-talk based) masih terus ada sampai sekarang ini. Padahal sejatinya misi SMK adalah melahirkan tenaga terampil sesuai bidang peminatannya.

Secara umum pendidikan kejuruan dipahami sebagai sebuah bentuk pendidikan yang mengedepankan peningkatan kemampuan individu pada domain psikomotorik. Hal ini dapat dilihat dari penekanan pada training atau latihan yang diformulasikan dalam bentuk belajar (pendidikan system ganda). Jadi pada jalur pendidikan kejuruan, siswa diberikan kesempatan yang sangat luas untuk mengasah kemapuan psikomotoriknya sesuai dengan pilihan bidang yang diminati. Namun tidak berarti bahwa siswa yang memilih sekolah kejuruan tidak memiliki kesempatan untuk belajar dan mengasah kemampuan akademisnya dengan kata lain secara kognitif. Mereka tetap memiliki kesempatan itu namun dalam porsi yang terbatas. Pembagian jam dalam kurikulum menunjukkan tampak bahwa proporsi waktu yang tersedia untuk proses pembelajaran berbanding 30:70. Dengan kata lain bahwa tidak lebih dari pada 30 % alokasi waktu bagi siswa SMK untuk meningkatkan kemampuan akademisnya. Sedangkan 70% nya mereka diberi bekal untuk meningkatkan vokational skill mereka. Artinya bahwa dua per tiga alokasi waktu yang tersedia bagi siswa untuk meningkatkan kualitas psikomotoriknya. Harapan dari proporsi waktu yang diberikan tersebut berimplikasi pada terciptanya kemampuan atau skill bagi lulusan SMK untuk mengaplikasi secara cakap pengetahuan praktis yang mereka peroleh dari sekolah atau ketika magang pada industri partner sekolah.

Pendidikan kejuruan, sebagai institusi yang berorientasi pasar kerja, memiliki tanggung jawab moral dan institutional terhadap lulusannnya. Sebuah SMK dianggap memiliki reputasi jika sebagian besar lulusannya dapat memasuki pasar kerja tanpa hambatan yang berarti. Artinya bahwa SMK yang sukses adalah SMK yang mampu memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh dunia kerja. Parameter ini menjadi suatu yang universal bagi suatu lembaga sekolah kejuruan. Sebagai contoh SMK wirakrama di Jawabarat adalah SMK percontohan bagi banyak SMK di seluruh Indonesia. Sekolah ini sarat dengan prestasi bagi tingkat daerah, nasional maupun di tingkat internasional. SMK ini tentu tidak langsung menuai sukses sebagaimana yang dapat kita lihat saat ini. Melainkan melalui proses yang amat panjang dan penuh tantangan untuk mengantarkan sebuah lembaga pendidikan untuk memiliki reputasi di tingkat nasional apalagi pada tingkat internasional.

Untuk menjadikan SMK sebaga lembaga pendidikan yang dapat mencetak tenaga-tenaga kelas menengah yang terampil sebagaimana misinya, dibutuhkan beberapa komitmen dasar. Yang pertama adalah, institusi harus memiliki sumber daya yang memiliki energy dan visi yang kuat. Artinya bahwa, lembaga harus mempunyai human capital yang memiliki ide brilian ditopang dengan kemampuan yang kuat untuk mewujudkan ide tersebut. Sebuah ide yang brilian tidak akan berarti apa-apa jika hanya berada dalam tataran wacana. Ide cemerlang harus dapat diaplikasikan dalam bentuk konkrit di lapangan. Jadi dibutuhkan energy yang besar untuk dapat mengaktualisasikan ide-ide segar dari sebuah tim. Contoh, ide tentang pembuatan WEBSITE sekolah akan menjadi gagasan yang sangat menarik jika dapat diwujudkan dalam bentuk aksi. Aksi yang dibutuhkan adalah gerak cepat namun dengan tetap mengacu pada kematangan sebuah ide atau konsep. Dengan kata lain, cepat namun tepat dan proporsional dan berkesinambungan. Kemudian, selalu dapat terkontrol atas nilai tawarnya di lapangan. Untuk mengontrol posisi tawar sebuah ide yang diwujudkan dalam aksi, dibutuhkan energi ekstra untuk senantiasa melakukan pembaharuan. Dengan kata lain, dibutuhkan agar selalu mengupdate informasi ataupun program yang telah berjalan. Dalam konteks ini, evaluasi secara gradual senantiasa dibutuhkan.

Yang kedua yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga kejuruan adalah management yang kuat namun tidak bersifat paternalistik atau sentralistik atau autokratik. Sebuah lembaga atau organisasi, apapun namanya dibutuhkan sebuah manajemen yang kuat dan mumpuni. Manajemen yang baik di zaman modern dewasa ini adalah manajemen delegatif. Pemimpin yang kuat tetap dibutuhkan namun dalam perspektif yang berbeda dengan feudalisme dan otoritarian. Dalam pandangan saya, pemimpin kuat pada kategori ini adalah pemimpin yang visioner, memiliki banyak ide, pengalaman dan wawasan yang luas, serta memiliki pemahaman human psikologi yang memadai sehingga mampu memahami karakter personal individu yang akan menjadi mitra kerjanya. Dengan kemapuan seperti ini, system kolektifitas dalam menjalankan suatu agenda atau program kerja akan selalu dikedepankan namun tetap mengacu pada konsep proporsionalitas. Dengan demikian, sebuah lembaga pendidikan seperti SMK tidak mudah terjerembab pada suatu program kerja yang tidak berorientasi.

Yang ketiga adalah sarana prasarana penunjang. Sebaik apa pun sebuah lembaga tanpa ditopang oleh sarana yang memadai dan up to date, tidak akan memberikan hasil yang optimal. Secara klasik, ibarat menanam pohon, sebaik apapun bibit yang ditanam bila ditanam di tanah yang tandus, pertumbuhannya tidak akan maksimal atau memuaskan. Demikan juga sebaliknya, sesubur apanpun tanah yang ditanami, jika bibit yang dipilih adalah bibit yang kerdil juga tidak akan menghasilkan tumbuhan yang baik atau sesuai harapan. Akan halnya sebuah SMK, sebaik apapun input siswa yang diterima di suatu sekolah jika tidak ditunjang dengan sarana belajar yang memadai (sarana belajar yang memberikan kontribusi yang maksimal bagi peningkatan skill siswa yang diharapkan di dunia industri dewasa ini), tidak akan menghasilkan lulusan yang siap kerja sesuai bidang yang digelutinya. Demikian juga sarana belajar yang memadai belum cukup bila tidak ditunjang oleh human capital yang professional (tenaga kependidikan yang berkualitas). Bila kedua komponen tersebut saling mendukung, maka peluang untuk menjadikan sebuah SMK kompetitif sangat terbuka.

Bila human capital yang dimiliki oleh sebuah lembaga pendidikan kejuruan berkualitas, visioner, memiliki komitmen yang kuat dan integritas pribadi yang mumpuni; sarana prasarana yang memadai sehingga bisa menunjang proses pembelajaran; serta dimotori dengan manajemen yang handal, maka debuah sekolah kejuruan impian akan dapat diwujudkan. Dengan kata lain bahwa SMK yang selama ini distigmakan sebagai sekolah kelas dua bisa dipulihkan. Bahkan tidak menutup kemungkinan pencitraan negative seperti itu akan hilang. Dan selanjutnya imej SMK akan menjadi kampiun di dunia pendidikan kita. Bukankah, setiap orang tua mengharapkan kepuasan atas prestasi yang dicapai oleh anak-anaknya di sekolah. Selanjutnya, promosi yang gembar-gembor tidak perlu dilakukan secara berlebihan. Bukankah output merupakan promosi yang sangat ampuh bagi pengguna jasa pendidikan kejuruan?

Ruslin,

GURU SMKN 1 Galang Tolitoli

No comments:

Post a Comment